REGULASI YANG BERKAITAN DENGAN RUMAH SEWA
DEFINISI
Rumah/ru·mah/ n 1 bangunan untuk tempat tinggal; 2 bangunan pada umumnya (seperti gedung); (http://kbbi.web.id)
Rumah
adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni,
sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset
bagi pemiliknya. (Pasal 1 poin nomor 7 UU tentang Perumahan dan Pemukiman)
Sewa/se·wa/ /séwa/ n 1 pemakaian sesuatu dengan membayar uang: penjualan
tidak membatalkan --; 2 uang yang dibayarkan karena memakai atau meminjam sesuatu;
ongkos; biaya pengangkutan (transpor): -- rumah makin mahal sekarang;
kalau kita naik helicak dari sini, -- nya mahal; 3 yang boleh dipakai setelah dibayar dengan uang: mereka
berekreasi ke kebun binatang dengan memakai mobil --; (http://kbbi.web.id)
Menurut Yahya
Harahap, sewa-menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan
pihak penyewa. Pihak yang menyewakan menyerahkan barang yang hendak disewa
kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.
Dari
berbagai pendapat diatas, definisi dari rumah sewa sendiri memiliki definisi
bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal layak huni yang
pemakaiannya atau pemanfaatannya dengan membayar uang sewa diman adidalamnya
terdapat persetujuan antara penyewa dengan pihak yang menyewakan dimana pihak
yang menyewakan menyerahkan rumah tersebut untuk dinikmati sepenuhnya oleh
pihak penyewa.
1. REGULASI
SECARA NASIONAL
PP NOMOR 49 TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN SEWA
MENYEWA PERUMAHAN
Dalam
peraturan ini terdapat berbagai ketentuan dalam sewa-menyewa perumahan dari
mulai definisi-definisi, hubungan dan hak kewajiban baik dari penyewa maupun
yang menyewakan, harga sewa, penghentian sewa-menyewa, pengosongan rumah,
larangan-larangan, dll. Kemudian pada tahun 1981 terbitlah bebrapa perubahan
yang berkaitan dengan gedung-gedung perkantoran, gudang, toko, garas, dan
lain-lain; yang tertuang dalam PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1981 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 49 TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN SEWA-MENYEWA
PERUMAHAN.
PP NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK
Pada
BAB II Pasal 4 sampai dengan pasal 13 mengenai penghunian rumah dengan cara
menyewa. Pada BAB II tersebut memuat definisi, penjelasan perjanjian tertulis,
jangka waktu menyewa, hak dan kewajiban penyewa maupun pemilik, larangan baik
bagi penyewa maupun pemilik, dll.
Pada
BAB IV pasal 17 sampai dengan Pasal 20 mengenai harga sewa. Dalam BAB IV memuat
besarnya harga sewa, periode pembayaran sewa, adanya kemudahan dari pemerintah,
dll
Pada
Pasal 24 disebutkan “Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, seluruh
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1963 tentang Pokok-pokok
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perumahan kecuali
ketentuan Pasal 5 dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan
Sewa Menyewa Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 1981 serta segala peraturan pelaksanaannya, sepanjang yang
mengatur sewa menyewa rumah, dinyatakan tidak berlaku.”, sehingga Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan (“PP
49/1963”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
1981 (“PP 55/1981”), sudah dinyatakan tidak berlaku lagi. (Hutapea, 2015)
UU NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN
PERMUKIMAN
Paragraf
3 Penghunian Pasal 50 ayat (2) disebutkan bahwa penghunian rumah dapat dengan
cara sewa atau bukan dengan sewa, kemudian pada ayat (3) disebutkan bahwa
peraturan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pada
Pasal 52 ayat (1) disebutkan bahwa orang asing dapat menghuni atau menempati
rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai, kemudian pada pasa (2) disebutkan
bahwa ketentuan lebih lanjut akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hal ini berkaitan dengan asas-asas
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang tertera pada BAB II Asas,
Tujuan , dan Ruang gLingkup Pasal 2 c yaitu kenasionalan
PP NO 40 TAHUN 1994
TENTANG RUMAH NEGARA
Secara
implisit maupun eksplisit, disebutkan bahwa rumah negara jika pembiayaan secara
sewa maka dapat dikategorikan menjadi rumah sewa. Pada ayat (1)a tersebut
disebutkan bahwa penghuni waji membayar sewa rumah, sehingga rumah negara dapat
dijadikan contoh salah satu rumah sewa. Kemudian didukung pada Pasal 18 yang
terkait pengalihan hak rumah negara yang bisa didasarkan sistem sewa (Pasal
18). Sehingga rumah negara dapat dihuni dengan cara sewa serta dapat dialihkan
haknya dengan sistem sewa juga.
Kemudian
sewa-menyewa rumah negara ini diatur lebih lanjut pada KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR :
373/KPTS/M/2001 TENTANG SEWA RUMAH NEGARA. Didalamnya terdapat
ketentuan-ketentuan mengenai besarnya sewa pada Pasal 2 dan 3, pelaksanaan
pembayaran sewa pada Pasal 4 dan 6, pengawasan pelaksanaanya pada Pasal 5, dsb.
Kemudian perhitungan dari biaya sewanya terlampir pada Lampiran.
PP NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA
Pada
tahun 2005 keluarlah PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN
2005
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1994 TENTANG RUMAH NEGARA,
dimana didalamnya terdapat beberapa perubahan yang berkaitan dengan rumah
negara sebaga rumah sewa diantaranya:
·
Penghuni
rumah yang sedang dalam proses sewa beli pada Pasal I poin 5 yang mengubah
Pasal 19 menjadi
(1) Penghuni rumah negara yang dalam proses sewa
beli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dibebaskan dari kewajiban pembayaran
sewa rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a;
(2) Penghunian atas rumah negara yang dalam proses
sewa beli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan sebagian atau
seluruhnya kepada pihak lain oleh penghuni setelah mendapat izin Menteri.
·
Penjelasan
bahwa pengalihan status yang harus dilakukan sekaligus dalam bentuk rumah susun
harus dilakukan dalam satu blok pada penjelasan pasal demi pasal Pasal (4a).
Dari
berbagai peraturan diatas diperoleh peratiran yang berkaitan langsung dengan Hubungan
Sewa-Menyewa sebagai Hunian atau tempat tinggal saat ini diatur dalam:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan
2. Peraturan pemerintah No. 44
Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh bukan Pemilik
Sedangkan
pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-Menyewa
Perumahan tidak hanya mengatur sewa-menyewa rumah sebagai tempat tinggal atau
hunian, tetapi juga termasuk gedung-gedung perkantoran, gudang, toko, garasi,
dan lain-lain, sedangkan Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur sewa menyewa
rumah sebagai tempat tinggal atau hunian, maka ketentuan yang dicabut dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 hanya
yang berkaitan dengan sewa menyewa rumah sebagai tempat tinggal atau hunian.
Sebagian
menjadi polemik karena sampai dengan saat ini, ada dualisme hukum yang
melandasi hubungan sewa-menyewa perumahan sebagai hunian/tempat tinggal baik
yang timbul karena Surat Izin Perumahan (SIP) atau perjanjian antara penghuni
dan pemilik. Hal ini dapat dilihat pada putusan-putusan Mahkamah Agung yang
masih menetapkan pertimbangan hukumnya menggunakan PP 49/1963 sebagaimana
diubah dalam PP 55/1981. (Hutapea, 2015)
2. REGULASI
REGIONAL
Di
Yogyakarta sendiri terdapat peraturan yang mengatur tentang Rumah Susun, dimana
didalamnya terdapat Rumah Susun Sewa (Rusunawa) yaitu PERATURAN DAERAH KOTA
YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN.
PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016
TENTANG RUMAH SUSUN
Pada Pasal 5 disebutkan bahwa
Rumah Susun sederhana dapat dikategorikan menjadi Rumah Susun Sewa dan Rumah
Susun Milik, yang kemudian dijelaskan pada Pasal 6 bahwa peruntukannya bagi MBR
(Masyarakat Berpenghasilan Rendah).
Pasal 7 disebutkan bahwa
pembangunannya merupakan tanggungjawab pemerintah dan dapat dilaksanakan oleh
lembaga nirlaba atau badan usaha. Pasal 15 disebutkan bahwa penyediaan tanah
bagi Rusunawa adalah tanggungjawab pemerintah sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah daerah. Pasal 21 disebutkan bahwa Pemrintah daerah bertanggungjawab
untuk mengalokasikan anggaran dalam pemenuhan kebutuhan investasi prasarana,
sarana, dan utilitas umum pada pembangunan Rusunawa. Pasal 29 disebutkan
ketentuan pembangunan rusun yang bersada datas tanah barang milik daerah/negara
dan tanah wakaf. Pasal 37 disebutkan bahwa penguasaan satuan rumah susun dapat
dlakukan dengan cara dsewa baik rumah susun umum maupun khusus, milik negara
mupun komersial. Pasal 48 disebutkan tentang tarif sewa dari Rusun, yang
termasuk dalam tarif da yang tidak termasuk dalam tarif sewa. Pasal 62
disebutkan bahwa SKPD membuat panduan hak dan kewajiban penghunii Rusunawa, dan
tata tertib kepenghunian RusunawaKemudian bagi ketentuan-ketentuan lain
terdapat pada pasal lain yang belum disebutkan diatas.
Sebelumnya terdapat Peraturan
Daerah Kotapraja Yogyakarta (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 3 Tahun 1951 (3/1951)
Tentang Sewa Menyewa Rumah Gedung-Gedung dan Lingkungan Kotapraja Yogyakarta.
Dimana didalamnya memuat Namun kemudian dihapuskan oleh Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kota
Yogyakarta dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dikarenakan danggap
terlalu tua dan menyimpang dari peraturan sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/PP31-2005RumahNegara.pdf
http://www.perumnas.co.id/download/prodhukum/undang/UU-01-2011%20PERUMAHAN%20
DAN% 20KAWAAN%20PERMUKIMAN.pdf
http://pmperizinan.jogjakota.go.id/pustaka/perdano02th2016__ttgrusun.pdf
http://hartono-rekan.weebly.com/article-4.html
Pasal
14
(1) Penghapusan Rumah Negara
dapat dilakukan antara lain karena:
a.
tidak
layak huni;
b.
terkena
rencana tata ruang
c.
terkena
bencana;
d.
dialihkan
haknya kepada penghuni.
(2) Penghapusan Rumah Negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Komentar
Posting Komentar