REGULASI YANG BERKAITAN DENGAN PERMUKIMAN DI KAWASAN BENCANA
1. REGULASI
SECARA NASIONAL
PERMEN PU NO.22 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN
RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
Pada
peraturan ini terdapat pedoman untuk penataan
ruang kawasan rawan bencana longsor mulai dari perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, dan pelaksanaan
penataan ruang kawasan rawan bencana
longsor yang tertuang di dalam lampirannya.
Pada
lampiran ini terdapat tabel kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kemiringan
lerengnya termasuk di dalamnya untuk permukiman. Dalam tabel tersebut
permukiman terletak pada sudut 0-15. (Sumber: Williams M. Marsh,. Landscaping
Planning: Environmental Application. 2d Ed., .1991)
Pada
pencegahan terjadinya bencana tanah longsor, kita dilarang untuk mendirikan
rumah tinggal di bawah tebing yang terjal, di tepi lereng yang terjaldan di
tepi sungai yang rawan erosi.
PERMEN PU NOMOR 21
TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAP
DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI
Sama seperti peraturan sebelumnya,
peraturan ini juga membahas pedoman
untuk penataan ruang kawasan rawan
bencana mulai dari perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian
pemanfaatan ruang, dan pelaksanaan penataan, namun
yang membedakan adalah bencananya yatu letusan gunung berapi dan rawan gempa
bumi.
UU NO 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA
Pada Pasal 18 disebutkan bahwa setiap
Pemerintah Daerah wajib membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Selanjutnya pada Pasal 21 disebutkan Badan Penangggulangan Bencana Daerah
bertugas untuk menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana.
Kemudian pada pasal 32 disebutkan bahwa pemerntah dapat menetapkan suatu daerah
rawan bencana terlarang untuk dibangun permukiman .
PERMEN PR NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN MITIGASI
BENCANA ALAM BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Tujuan
dari adanya peraturan menteri ini adalah untuk memberikan pedoman, pencegahan
dan kesiagaan serta tindakan penanganan mitigasi bencana alam bidang perumahan
dan kawasan permukaiman bagi pemerintah daerah, hal ini termuat dalam Pasal 2.
Sebelumnya dijelaskan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
resiko bencana, melalui perencanaan, pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
serta penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi ancaman
bencana (Pasal 1).
Pada BAB
II dijelaskan mengenai identifikasi mitigasi bencana alam meliputi cakupannya
(Pasal 4), hal-hal yang harus diperhatikan dalam perancangan (Pasal 5),
hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman (Pasal 6), tahapan dalam mitigasi bencana alam bidang
perumahan dan kawasan permukiman (Pasal 8), dll.
Pada BAB
III dijelaskan mengenai pelaksanaan mitigasi bencana alam meliputi identifikasi
dan memetakan lokasi perumahan dan kawasan permukiman yang rawan gempa bumi
sesuai zonasi kerawanan gempa bumi (Pasal 10), identifikasi dan pemetaan
zonasi resiko tsunami ntuk menentukan lokasi perumahan dan kawasan permukiman
yang terletak di dekat garis pantai (Pasal 12), kemudian untuk gunung
meletus pada pasal 16, tanah longsor pada pasal 19, dan banjir
pada pasal 23.
PERMEN NOMOR 21 TAHUN
2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
Pada Pasal 56 dijelaskan bahwa salah
satu kegiatan rehabilitasi pada wilayah pasca bencana adalah pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat (1). Kemudian kegiatan rehabilitasi ini selanjutnya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah yang terkena bencana. Rencana dari rehabilitasi
didasarkan pada analisis kerusakan dan
kerugian akibat bencana dan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan
disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala BNPB, hal ini tertera
pada pasal 57. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain:
a.
Peraturan mengenai standar
konstruksi bangunan
b.
Kondisi sosial
c.
Adat istiadat
d.
Budaya
e.
Ekonomi
Dalam melakukan rehabilitasi,
pemerintah kabupaten/kota wajib menggunakan dana penanggulangan bencana dari
APBD kabupaten/kota dan selebihnya mengenai pendanaan diatur dalam pasal 58.
Padal Pasal 67 dijelaskan tentang
Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat, disebutkan bahwa bantuan Pemerintah sebagai stimulan agar
rumahnya bisa digunakan kembali, stimulan bisa berupa bahan material,
komponen rumah atau uang.
Tujuan pemberian bantuan perbaikan
rumah masyarakat dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi rumah masyarakat agar dapat mendukung kehidupan
masyarakat, seperti komponen rumah, prasarana, dan sarana lingkungan perumahan
yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan sosial dan ekonomi yang memadai
sesuai dengan standar pembangunan perumahan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
PERMEN NOMOR 14 TAHUN
2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Pada peraturan ini dijelaskan
sekilas mengenai konsolidasi tanah
bagii pembangunan permahan dan kawasan permukiman yang diutamakan bagi
pembangunan kembali permukman yang terkena bencana alam.
Pada pasal 112 disebutkan tahapan
dalam peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan dengan pola permukiman
kembali salah satunya adalah menjadiakan lokasi rawan bencana sebagai penghunian sementara bagi masyarakat
perumahan dan permukiman kumuh yang akan dimukimkan kembali.
UU NOMOR 1 TAHUN 2011
TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Pada Pasal 140 disebutkan bahwa setiap
orang dilarang membangun, perumahan,
dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi
barang ataupun orang, termasuk di dalamnya kawasan rawan bencana.
PERMEN PR NOMOR 14/PERMEN/M/2006 TENTANG
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN KAWASAN KHUSUS
Pada
peraturan ini disebutkan seluk beluk tentang penyelanggaaraan perumahan kawasan
khusus yang terbagi menjadi 2 yaitu kawasan untuk kepentingan ekonomi dan untuk
kepentingan non-ekonomi. Sedangkan kawasan rawan bencana dan dampak bencana
masuk kedalam kepengtingan non-ekonomi, hal ini tertera pada pasal 4 ayat (3).
Selanjutnya mengenai penyelenggaraan pengembangan perumahan dijelaskan pada
pasal 7 (1) yang di dalamnya disebutkan tentang persyaratan dan kriteria lokasi pengembangan perumahan pada kawasan
khusus. Adapun persyaratannyaantara lain: (pada pasal 7 (2):
a. Kesesuaian dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten atau
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D).
b. Tidak
terletak pada lahan ber-irigasi teknis.
Kemudian
kriteria yang dimaksud meliputi: (pada pasal 7 (3)
a. Jumlah unit rumah yang dapat
ditampung minimal 100 unit, dan dapat dibangun secara horizontal
atau vertikal.
b. Diperuntukkan
bagi masyarakat yang bekerja serta terkait sektorsektor tertentu di kawasan
khusus,
khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
dan kenyamanan.
memperhatikan daya dukung lahan terhadap kekuatan tanah, air tanah, daya serap
tanah,
tumbuhan/pohon (flora) dan lahan-lahan yang berfungsi sebagai kawasan
resapan air.
terjadinya
pencemaran terhadap air, tanah dan udara.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170321/281505046037759
http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/permen22_2007.pdf
http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/permen21_2007.pdf
http://www.perumnas.co.id/download/prodhukum/permen/10-PERMEN-M-2014%20PEDOMAN%20MITIGASI%20BENCANA%20ALAM%20BIDANG%20PERUMAHAN%20DAN%20KAWASAN%20PERMUKIMAN.pdf
https://bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf
https://aunurrhadi.wordpress.com/category/daerah-rawan-bencana/
Komentar
Posting Komentar